Rabu, 24 Oktober 2018

MENGENAL BAGIAN - BAGIAN PADA CAMERA VIDEO BESERTA FUNGSINYA

MENGENAL BAGIAN - BAGIAN PADA CAMERA VIDEO BESERTA FUNGSINYA




1. Fungsi penutup lensa 
    Untuk melindungi lensa dari debu atau tergores di saat kamera tidak digunakan
2. Fungsi Layar LCD
    Untuk melitah objek yang di tangkap oleh kamera
3. Fungsi tombol pembuka layar LCD
    Untuk mengeluarkan layer LCD dari tempat nya,tombol berfungsi apabila di tekan
4. Fungsi tombol volume
    Untuk mengatur suara video yang di mainkan langsung dari kamera
5. Fungsi battery
    Sebagai power untuk kamera 
6. Fungsi pengunci baterey
    Berfungsi agar bartery tidak jatuh saat kamera di gunakan
7.   Fungsi tombol power
      Untuk menghidupkan kamera
8.   Fungsi Tombol start/stop merekam
      Untuk jeda merakam .dan memulai merekam
9.   Fungsi Jek memasukan listrik dari adaptor
      Berfungsi untuk mangecas baterei kamera
10. Fungsi Tempat memesang tali handy camera Lensa
     Berfungsi untuk tempat memasukkan kamera 




11. Fungsi Informasi battery
      Berfungsi sebagai pemberi info capasitas baterei yang tersedia
12. Fungsi Tombol lampu 
      Berfungsi sebagai saklar untuk menghidupkan lampu/flash pada kamera
13.  Fungsi Tombol untuk memilih kualitas warna 
       Berfungsi untuk memilih kualitas warna tang diinginkan
14.  Fungsi Lensa 
       Berfungsi untuk menangkap objek yang diinginkan
15.  Fungsi Mikrophone/mike 
       Untuk merekam suara yang ada ditempat.
16.  Fungsi Lampu tanda merekam 
       Untuk memberi informasi kepada orang yang sedang direkam 
17.  Fungsi Infrared
       Untuk merekam di tempat yang gelap sehingga objek terlihat dengan jelas
18.  Fungsi Tombol control video
       Untuk mengendalikan video yang sedang di rekam
19.  Fungsi Tombol pengunaan lampu 
       Untuk menghidupkan lampu
20.  Fungsi Tombol FADER
       Untuk mengatur tinggi rendah frequency audio yg di inginkan
21.  Fungsi Tombol BACK LIGHT 
       Untuk menghidupkan lampu dibawah LCD
22.  Fungsi Tombol FOCUS 
       Untuk menfokuskan objek yang di tangkap
23.   Fungsi Lampu sensor remote
       Untuk mengaplikasikan kamera dengan remote

MENGOPERASIKAN KAMERA VIDEO & MEMEGANG KAMERA VIDEO BENAR




CARA MENGOPERASIKAN KAMERA VIDEO
Pada bagian ini nanti akan banyak dibahas tentang bagaimana mengoperasiakan kamera video. Camera video ada berbagai macam merk, bentuk, dan varian.Begitu juga media penyimpanan gambar juga bermacam-macam.Contoh-contoh merk terkenal antara lain: Sony, Canon, Panasonic, JVC dan lain-lain.Dari berbagai merk tersebut masing-masing mempunyai beragam varian dan bentuk.Mulai kamera amatir, semi profesional, dan kamera profesional.Media penyimpanan gambar antara lain :Betacam, Dvcam, Dvc-pro, MiniDV, maupun berbentuk card (kartu memori).
Bagi pengguna pemula/amatir biasa nya dengan mode auto sudah cukup untuk mendapatkan gambar standar, tatapi dalam kondisi tertentu mode auto tidak bisa kita pakai untuk mendapatkan gambar sesuai dengan kemauan kita, itu lah sebabnya kenapa para Cameraman profesional sering menggunakan mode manual dalam mengoperasikan kamera.
Langkah-langkah pengoperasian kamera video :
1. Lepas penutup lensa
2. Memasukkan memory
3. Buka penutup, arahkan ujung tumpul kartu memori dan masukkan kecelah kartu memori hingga berbunyi klik. Bila tidak memakai tripod,kencangkan tali pegangan
4. Pindahkan posisi tombol power dari off ke camera dengan menekan dan tahan tombol kunci, kemudian dorong ke bawah
5. Buka layar LCD, dengan menekan kunci layar LCD, kemudian dibuka searah tanda panah. Secara otomatis viewfinder akan mati
6. Tekan tombol start/stop untuk memulai merekam. Tekan tombol start/stop kembali untuk berhenti merekam.

TEKNIK MEMEGANG KAMERA VIDEO 

A. POSISI TANGAN
1. Sikut menekan tumbuh
Tangan kiri memegang kamera ,sambil jari-jari memegang grip zoom lensa. Tangan kanan memegang bagian shutter kamera, disini tangan kanan berfungsi untuk mengatur setting kamera. Kedua siku menekan tubuh, posisi ini berfungsi agar kamera tidak banyak goyang,karena ada tumpuan di badan.
2. Membuat tumpuan lengan kiri
Tangan kanan memegang kamera, jari telunjuk tangan kanan disiapkan untuk shutter, sedangkan jari lainnya memegang dengan kuat body kamera, posisi tangan kiri horizontal dipakai untuk tumpuan lensa kamera, ini berfungsi agar kamera tidak mudah goyang. Biasanya teknik ini dipakai jika akan menggunakan speed lambat seperti memotret landscape.
3. Tumpuan kedua sikut
Tangan kiri memegang lensa dan jari-jari pada ulir lensa, tangan kanan memegang shutter dan untuk setting kamera.

B. SIKAP TUBUH
1. Berdirilah dengan benar
Satu lutut sedikit membengkok, posisi kaki bersudut 45 derajat satu sama lain. Meskipun sederhana, teknik ini benarbenar berpengaruh pada hasil rekaman Anda. Berdirilah dengan sebelah kaki sedikit berada di depan lainnya. Cara ini akan meningkatkan kestabilan badan sehingga Anda bisa berdiri lebih kokoh. Seperti dalam teknik silat, posisi kuda-kuda akan menentukan kekokohan badan Anda.
2. Pegang camcorder dengan kedua tangan 
Meskipun camcorder Anda adalah model yang paling tipis dibandingkan lainnya. Lebih baik terlihat wajar dengan cara merekam yang kokoh dan perlahan, daripada terlihat berakrobat dengan membawa kamera dalam satu tangan. Letakkan satu tangan lewat grip (supaya mudah menjangkau tombol zoom dan rekam), dan gunakan tangan satunya untuk membantu memegang kamera.
3. Letakkan kedua siku tangan dideket dada
Akan membantu membuat sebuah dudukan yang kuat untuk camcorder Anda, dan membantu mencegah miringnya kamera, yang bisa terjadi pada tangan Anda jika berada jauh dari badan.
4. Bersandarlah pada sesuatu
Sebuah pohon, dinding bangunan, mobil, atau apa pun asalkan obyeknya kokoh dan tidak bergeser, bisa Anda pakai. Pada ruangan yang sempit dan kurang cahaya, cara ini akan sangat membantu.
5. Menurunkan lutut
Untuk menurunkan pusat gravitasi badan Anda bisa mengurangi goncangan camcorder. Berlutut dengan lutut kiri di lantai dan menempatkan siku yang memegang camcorder pada lutut kanan akan memberi pondasi yang kokoh bagi rekaman Anda.
6. Bidik dengan posisi tiarap 
Sudut seperti ini tidak hanya bagus untuk merekam subyek yang rendah (misalnya bayi merangkak), tetapi dengan Led- siku di la-tai, dijamin Anda akan memperoleh rekaman yang mantap.
7. Gunakan lensa sudut lebar
Mendekatlah pada obyek. jangan tergoda untuk mencoba lensa zoom 20x (tele), karena penggunaan lensa tele akan meningkatkan efek goncangan kamera, sedangkan lensa sudut lebar akan menutupinya. Dengan mendekat ke obyek, 3erekaman suara juga akan lebih baik. Jika Anda harus berjalan selama perekaman, tetaplah menggunakan lensa wide. Supaya tidak goyang, pemakaian lensa tele harus dilengkapi dengan tripod, atau tempatkan pada permukaan yang datar.
8. Obyek yang bergerak
Misalnya si kecil yang naik sepeda, gunakan mobil. Mintalah bantuan seseorang untuk merekam lewat jendela mobil yang berjalan perlahan. Tentu saja pengemudi harus menyesuaikan kecepatan dengan obyekyang bergerak. Cara itu menghasilkan rekaman bergerakyang dramatis. Mobil lebih dapat menyerap guncangan yang terjadi, dibandingkan jika Anda melakukannya sambil berjalan atau berlari.
9. Aktifkan image stabilizer atau Steady shoot
Feature ini cukup berarti dalam mengurangi guncangan kamera. Sebagian camcorder menggunakan sistem digital (Digital Image Stabiliser), dan lainnya memakai Optical.
10. Letakkan camera 

Kadang-kadang cara terbaik untuk merekam tanpa guncangan adalah dengan tidak memegang camcorder. Cari suatu permukaan yang kokoh, sehingga Anda bisa mengatur kamera saat sedang merekam, hanya dengan remote control. Bagian atas meja, bangku, mobil atau dinding bisa dimanfaatkan

Rabu, 17 Oktober 2018

Sekilas sejarah film indonesia


SEKILAS SEJARAH FILM INDONESIA

1. Awal Adanya Sinema di Indonesia (1926-1949)
Pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1900-an masyarakat sudah mengenal adanya film atau yang lebih dikenal dengan “Gambar Hidup”. Hal ini dibuktikan dengan adanya koran Bintang Betawi No.278, 5 Desember 1900 yang memuat iklan bioskop. Seni pertunjukkan film pada masa itu diselenggarakan oleh orang Belanda. Jenis bioskop terbagi menjadi tiga golongan berdasarkan status penonton, yaitu bioskop untuk orang Eropa, bioskop orang menengah, dan golongan orang pinggiran. Pada tahun 1925 sebuah artikel di koran masa itu, De Locomotif memberi usulan untuk membuat film. Pada tahun 1926 dua orang Belanda bernama L. Heuveldorp dan G.Kruger mendirikan perusahaan film, Java Film Coy di Bandung dan pada tahun yang sama mereka memproduksi film pertamanya berjudul "Loetoeng Kasarung" (1926), yang diangkat dari legenda Sunda. Film ini tercatat sebagai film pertama yang diproduksi di Indonesia dan ini dianggap sebagai sejarah awal perfilman Indonesia. Film ini diputar perdana pada 31 Desember 1926. Film berikutnya yang diproduksi adalah Eulis Atjih (1927) berkisah tentang istri yang disia-siakan oleh suaminya yang suka foya-foya.
Dalam perkembangan berikutnya banyak bermunculan studio film yang dinominasi oleh orang-orang Cina. Pada tahun 1928 Wong Brothers dari Cina (Nelson Wong, Joshua Wong, dan Othniel Wong) mendirikan perusahaan film bernama Halimun Film dan memproduksi film pertamanya "Lily Van Java" (1928). Film ini berkisah tentang seorang gadis Cina yang dipaksa untuk menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya, padahal ia telah memiliki kekasih. Film ini sendiri kurang disukai oleh penonton pada masa itu. Wong Brothers akhirnya mendirikan perusahaan film baru bernama "Batavia Film". Selain Wong Brothers, ada pula Tan’s Film, Nansing Film dan perusahaan milik Tan Boen Swan. Nansing Film dan perusahaan Tan Boen Swan memproduksi Resia Borobudur (1928) dan Setangan Berloemoer Darah (1928).
Setelah L.Heuveldorp menarik diri, G.Kruger mendirikan perusahaan film sendiri bernama "Kruger Filmbedriff", yang memproduksi "Karnadi Anemer Bangkong" (1930) dan "Atma De Visher" (1931). Selain itu orang Belanda lainnya yaitu F.Carli yang mendirikan perusahaan film bernama Cosmos Film Corp atau Kinowerk Carli yang memproduksi De Stem des Bloed (Nyai Siti, 1930) yang berkisah mengenai orang Indo, lalu juga Karina’s Zelfopoffering (1932). Sedangkan Tan’s Film dan Batavia Film pada tahun 1930 memproduksi Nyai Dasima (1930), Si Tjonat (1930), Sedangkan Halimun film memproduksi Lari Ke Arab (1930).

2. Masuk era film bicara
Dua film tercatat sebagai film bicara Indonesia pertama adalah "Nyai Dasima (1931)" yang di-remake oleh Tan’s Film serta Zuster Theresia (1931) produksi Halimun Film. Masa ini juga muncul The Teng Chun yang mendirikan perusahaan The Teng Chun ”Cino Motion Pict” dan memproduksi Boenga Roos dari Tjikembang(1931) dan Sam Pek Eng Tai (1931). Sasarannya adalah orang-orang Cina dan kisahnya pun masih berbau budaya Cina. Sementara Wong Brothers juga memproduksi "Tjo Speelt Voor de Film"(1931). Sedangkan Kruger dan Tans’s berkolaborasi memproduksi "Terpaksa Menikah (1932)". Di penghujung tahun 1932 beredar rumor kuat akan didirikan perusahaan film asal Amerika. Semua produser menjadi takut karena tak akan bisa menyaingi dan akhirnya Carli, Kruger dan Tan’s Film berhenti untuk memproduksi film. Studio yang masih bertahan adalah Cino Motion Picture.
Beberapa tahun setelahnya muncul seorang wartawan Albert Balink yang mendirikan perusahaan Java Pasific Film dan bersama Wong Brothers memproduksi Pareh (1935). Film ini dipuji pengamat namun tidak sukses komersil. Balink dan Wong akhirnya sama-sama bangkrut. Pada tahun 1937, Balink mendirikan studio film modern di daerah Polonia Batavia yang bernama ANIF (Algemeene Nederland Indie Film Syndicaat) dan memproduksi Terang Boelan/Het Eilan der Droomen (1937). Film ini berkisah tentang lika-liku dua orang kekasih di sebuah tempat bernama Sawoba. Sawoba adalah sebuah tempat khayalan yang merupakan singkatan dari SA(eroen), Wo(ng), BA(link) yang tak lain adalah nama-nama penulis naskah, penata kamera, editor, dan sutradaranya sendiri. Walau meniru gaya film Hollywood The Jungle Princess (1936) yang diperankan Dorothy Lamoure namun film ini memasukkan unsur lokal seperti musik keroncong serta lelucon yang diadaptasi dari seni panggung. Film ini sukses secara komersil dan distribusinya bahkan sampai ke Singapura. Pemeran utama wanitanya, Rockiah setelah bermain di film ini menjadi bintang film paling terkenal pada masa itu. Kala ini Terang Boelan (1937) adalah film yang amat populer sehingga banyak perusahaan yang menggunakan resep cerita yang sama.
Pada tahun 1939 banyak bermunculan studio-studio baru seperti: Oriental Film, Mayestic Film, Populer Film, Union Film, dan Standard Film. Film-film populer yang muncul antara lain Alang-alang (1939) dan Rentjong Atjeh (1940). Pada masa ini pula kaum pribumi mulai diberi kesempatan untuk menjadi sutradara yang perannya hanya sebagai pelatih akting dan dialog. Justru yang paling berkuasa pada masa itu adalah penata kamera yang didominasi orang Cina. Pada era ini pula muncul kritik dari kalangan intelek untuk membuat film yang lebih berkualitas yang dijawab melalui film, Djantoeng Hati (1941) dan Asmara Moerni (1941). Para pemain dari kedua film ini didominasi kaum terpelajar namun karena dirasa terlalu berat, para produsen film akhirnya kembali ke tren awal melalui film-film ringan seperti Serigala Item (1941), Tengkorak Hidup (1941).
  Pada akhir tahun 1941, Jepang menguasai Indonesia. Semua studio film ditutup dan dijadikan media propaganda perang oleh Jepang. Jepang mendirikan studio film yang bernama Nippon Eiga Sha. Studio ini banyak memproduksi film dokumenter untuk propaganda perang. Sementara film cerita yang diproduksi antara lain Berdjoang (1943) yang disutradarai oleh seorang pribumi, Rd. Arifin namun didampingi oleh sutradara Jepang, Bunjin Kurata. Pasca kemerdekaan RI pada tahun 1945, studio film milik Jepang yang sudah menjadi kementerian RI direbut oleh Belanda dan berganti nama Multi Film. Film-film yang diproduksi antara lain Djauh Dimata (1948) dan Gadis Desa (1948) yang diarahkan oleh Andjar Asmara. Di era ini pula muncul nama Usmar Ismail yang kelak akan menjadi pelopor gerakan film nasional. Pada tahun ini pula, 1949, para produser Cina lama mulai berani mendirikan studio lagi. The Theng Chun dan Fred Young mendirikan Bintang Surabaja. Tan Koen Youw bersama Wong mendirikan Tan & Wong Bros. Salah satu film produksi Tan & Wong Bros yang populer adalah Air Mata Mengalir Di Tjitarum (1948).

3. Era 1950-1980an
Pada tahun 1950 dibentuklah Perfini (Perusahaan Film Nasional). Perfini merupakan perusahaan film pertama milik pribumi. Beberapa bulan kemudian dibentuk pula Persani (Perseroan Artis Indonesia).  Film pertama produksi Perfini adalah Long March Of Siliwangi atau Darah dan Doa (1950) yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Syuting pertama film film ini tanggal 30 Maret 1950, kelak ini dijadikan sebagai hari film nasional. Sementara produksi besar lainnya adalah ”Dosa Tak Berampun” (1951). Dalam dua tahun saja, Persani telah memiliki studio yang mewah dan megah. Studio ini merupakan studio film terbesar di Indonesia kala itu. Usmar Ismail dan Djamaludin Malik nantinya akan ditetapkan sebagai Bapak Perfilman Nasional (resmi pada tahun 1999).
Antara tahun 1954-1955 Perfini mengalami krisis finansial. Film arahan sutradara Usmar Ismail, Krisis (1953) walau sukses komersil namun tetap saja tak mampu menutup hutang bank. Pada masa ini pula muncul kritik terhadap film-film produksi studio milik orang Cina yang memproduksi film bermutu sangat rendah. Salah satunya adalah film Tans & Wong berjudul Topeng Besi (1953) yang diproduksi dengan biaya sangat murah. Namun di sisi lain, film-film dalam negeri juga bisa mulai bersaing dengan film-film impor dari Malaysia, Filipina, dan India.
Pada Tahun 1954, Usmar dan Djamaludin mempelopori berdirinya PPFI (Persatuan Perusahaan Film Nasional), lalu juga menjadi anggota FPA (Federatuion Of Motion Picture Produsers in Asia). Persani dan Perfini bersama-sama memproduksi film "Lewat Djam Malam (1954)" disutradarai oleh Usmar Ismail. Film ini bercerita tentang mantan pejuang kemerdekaan yang menghadapi kekecewaan terhadap orang-orang seperjuangannya yang berubah menjadi seseorang yang tidak mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang telah mereka perjuangkan dengan susah payah. Konon film ini akan dikirim ke Festival Film Asia di Tokyo namun pemerintah Indonesia melarang karena masa itu kita tengah konflik dengan pemerintah Jepang.
  Pada tahun 1955 PPFI untuk pertama kalinya menyelenggarakan Festival Film Indonesia (FFI) tercatat merupakan festival film pertama yang diselenggarakan di tanah air. Terpilih film terbaik adalah Lewat Djam Malam (1954). Namun sayangnya Usmar Ismail tidak mendapat penghargaan apa pun dalam ajang ini. Film ini rencananya akan diputar di festival film Cannes pada 16-27 Mei 2012 setelah direstorasi penuh. Pada tahun 1955 film produksi Perfini Tamu Agung (1955) mendapat penghargaan  khusus komedi terbaik pada ajang bergengsi Festival Film Asia.
Sejarah juga mencatat awal bulan Maret tahun 1956 para pemain dan pekerja film membentuk PARFI (Persatuan Artis Film Nasional). Pada tahun 1957, PPFI memutuskan untuk menutup studio film mereka karena tak ada dukungan dari pemerintah kala itu. Djamaludin Malik ditangkap tanpa alasan yang jelas. Studio Perfini disita bank karena tidak mampu membayar hutang. Setelah diadakan perundingan dengan pemerintah pada tanggal 26 April 1957 akhirnya studio dibuka kembali. Namun kondisinya tidak seperti dulu dan kondisi perfilman nasional menjadi lumpuh. Hasil negoisasi dengan pemerintah berupa janji pemerintah akan adanya kementerian khusus untuk membina para insan film baru dipenuhi pemerintah 7 tahun setelahnya.
  Pada masa bersamaan sekitar tahun 1957 kondisi politik di Indonesia didominasi golongan komunis PKI atau sering disebut golongan kiri. Golongan kiri juga ingin menguasai dunia perfilman kala itu. Mereka mendirikan Sarfubis (Sarikat Buruh Film dan Sandiwara) namun kelompok ini tidak efektif di pasaran. Kala itu juga terjadi pertikaian antara PARFI dan golongan kiri. Usmar Ismail  dan Djamaludin Malik sangat antipati dengan komunis. Sementara golongan kiri mengganggap kematian film nasional disebabkan impor film Amerika ke Indonesia. Golongan kiri juga menuduh Usmar Ismail sebagai agen Amerika. Walaupun kondisi perfilman Nasional semakin krisis, beberapa film masih diproduksi. Usmar Ismail pada tahun 1956 mengarahkan Tiga Dara(1957) yang dirilis setahun setelahnya.
Pada tahun 1960-an dunia perfilman di Indonesia pecah menjadi dua blok, yakni golongan Usmar dan rekan-rekannya dengan golongan kiri. Pada tahun 1962, Djamaludin Malik yang telah bebas dari penjara, menyelenggarakan FFI yang kedua serta mendirikan LESBUMI (Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia) dengan Ketua Umum Usmar Ismail. Film-film populer yang muncul di masa pelik ini antara lain: Pedjoang (1960) dan Anak-anak Revolusi (1964) karya Usmar Ismail. Pada tahun 1961, Pedjoang mendapat penghargaan pemeran pria terbaik (Bambang Hermantpo) di ajang Festival Film International di Moskow. Film fenomenal lainnya adalah Pagar Kawat Berduri (1961) dan Tauhid (1964) karya Asrul Sani. Golongan kiri menuntut agar film Pagar Kawat Berduri (1961) ditarik dari peredaran, karena dianggap dapat membuat orang bersimpati pada Belanda. Lalu juga ada Piso Surit (1960) dan Violtta (1962) karya Bahctiar Siagian, serta Matjan Kemayoran (1965) karya Wim Umboh.
Pada tahun 1964 untuk pertama kalinya diadakan Festival Film Asia Afrika (FFAA) di Jakarta. Golongan kiri yang menguasai seluruh kepanitiaan FFAA mencetuskan berdirinya PAPFIAS (Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika). Tujuan PARFIAS adalah melarang beredarnya film-film produksi Amerika dan sekutunya di bioskop-bioskop Indonesia. Kondisi ini membuat bioskop-bioskop lokal dipenuhi film-film asing dari Rusia, Eropa Timur, dan RRC. PARFIAS sendiri juga tak mampu menggangkat perfilman Indonesia, sehingga kondisi bioskop kala itu sepi pengunjung. Setelah PKI ditumpas,kondisi industry film kita sedang mati suri maka untuk mengangkat perfilman nasional, sejak tahun 1967, kementerian penerangan mulai bersungguh-sungguh melaksanakan tugasnya. Hasilnya, film-film lokal bergairah kembali. Tahun 1967, Wim Umboh memproduksi film berwarna Indonesia pertama yang berjudul Sembilan (1967) yang diproduksi dengan biaya sangat tinggi. Tahun 1969 pemerintah juga memproduksi film-film percontohan yang diharapkan dapat mengangkat perfilman nasional, seperti Apa Jang kau Tjari Palupi?(1969) karya Asrul Sani, Djambang Mentjari Naga Hitam (1968) karya Lilik Sudjio, Mat Dower (1969) karya Nya Abbas Acup, Nyi Ronggeng (1969) dan Kutukan Dewata (1969) karya Alam Surawidjaya. Hasilnya ternyata cukup positif, pada tahun 1969 produksi film hanya 9 judul, tahun 1970 meningkat menjadi 20 judul, dan tahun 1971 meningkat menjadi 52 judul. Awal tahun 70-an, tokoh-tokoh film nasional seperti Usmar Ismail dan Djamaludin Malik telah tiada. Djamaludin Malik meninggal pada Juni 1970 dan tak lama kemudian Usmar Ismail juga berpulang.
Tahun 1970 muncul desakan kepada pemerintah dari industri perfilman agar sensor terhadap film Indonesia dilonggarkan seperti perlakuan pada film-film impor. Maka muncul film-film yang memasukkan unsur erotisme seperti Djambang Mentjari Naga Hitam (1968) dan Bernafas Dalam Lumpur (1970). Kedua film yang juga telah diproduksi berwarna ini ini merupakan pelopor dari film-film yang mengutamakan adegan berbau seksual dan penuh dengan adegan aksi yang kejam. Namun pada akhir tahun 1972, Badan Sensor Film kembali bersikap tegas terhadap film-film yang berbau seksual. Sutradara Teguh karya memulai debutnya melalui Wadjah Seorang Lelaki (1971). Film ini dipuji pengamat namun tidak sukses komersil. Teguh adalah seorang sutradara teater yang kelak menjadi sutradara berpengaruh di era 1980-an. Sementara sineas kawakan lainnya, Wim Umboh memproduksi film Pengantin Remadja (1971) yang sukses secara komersil. Pada Tahun 1973 dipelopori oleh Sumardjono diselenggarakan kembali FFI yang sempat vakum beberapa tahun. Hingga tahun 1980-an pemenang FFI masih didominasi oleh sineas-sineas seperti Wim Umboh, SyumanDjaya, Teguh Karya, serta Asrul Sani. Namun pada era ini juga sudah muncul sutradara-sutradara muda seperti, Ismail Subardjo, Slamet Raharjo, dan Franky Rorempandey. Film-film yang populer tahun 70-an diantaranya Ratapan Anak Tiri (1973), Bing Slamet  Koboi Cengeng (1974), Karmila (1976) serta, Inem Pelayan Sexy (1977).

4. Era 1980-1999
Pada era 1980-an hingga awal 1990-an film-film yang paling populer masa ini adalah film-film komedi slapstick yang dibintangi oleh grup lawak legendaris, Warkop DKI, yakni ( Dono, Kasino, Indro ) seperti: "Mana Tahaaan.. (1979)", "Setan Kredit (1981)", "Tahu diri Dong (1984)", "Maju Kena Mundur Kena (1983)" dan "Sabar Dulu dong (1989)". Dengan gaya banyolan yang unik dan konyol, Warkop telah memproduksi lebih dari 30 film dan hampir seluruhnya sukses komersil. Pada masa ini juga populer genre horor yang dipelopori sang ratu horor, Suzanna, seperti: Sundel Bolong (1981), Malam Jumat Kliwon (1986), dan Malam Satu Suro (1988). Film aksi fantasi sejarah, Saur Sepuh: Satria Madangkara (1987), yang diadaptasi dari sandiwara radio populer juga sukses besar dengan empat sekuelnya. Aktor laga, Barry Prima juga sukses dengan film aksi sejenis melalui Jaka Sembung (1981) dengan tiga sekuelnya. Sementara film remaja Catatan Si Boy (1987) yang dibintangi Onky Alexanderd dan Meriam Bellina, juga sukses besar dengan empat sekuelnya.
Sementara itu muncul pula film-film drama berkualitas dari sutradara-sutradara berpengaruh pada masa ini seperti: Doea Tanda Mata (1984) karya Teguh Karya, Matahari-Matahari (1985) karya Arifin C Noer, Tjoet Nyak Dien (1986) karya Eros Djarot, Kodrat (1986), karya Slamet Rahardjo Djarot, Kejarlah daku Kau Kutangkap (1985) karya Chaerul Umam, serta Nagabonar (????) karya Deddy Mizwar. Sementara Pengkhianatan G-30-S PKI (1982) karya Arifin C. Noer yang merupakan film propaganda fenomenal, menjadi film terlaris era 80-an dan kelak selalu diputar di televisi nasional tiap tahunnya selama era Orde baru.
Dimulai awal dekade 1990-an hingga awal dekade 2000-an kondisi perfilman Indonesia mati suri dengan menurunnya jumlah produksi film nasional terutama sekali karena munculnya TV swasta di akhir era 80-an. Sejak Tahun 1993, FFI tidak lagi diselenggarakan karena minimnya produksi. Di tengah kondisi serba sulit ini sejak awal 90-an hingga tahun 1997, muncul film-film erotis berkualitas rendah yang mengeksploitasi seks semata dengan judul-judul yang bombastis, sebut saja macam Gadis Metropolis (1992), Ranjang yang Ternoda (1993), Gairah Malam (1993), Pergaulan Metropolis (1994), Gairah Terlarang (1995), Akibat Bebas Sex (1996), Permainan Erotik (1996), serta Gejolak Seksual (1997).  
Namun film-film drama berkualitas masih muncul seperti:  Taksi (1990) Arifin C Noer, Sri (1997)sutradara MarselliSumarno, Telegram (1997) karya SlametRaharjo Djarot, serta Badut-Badut Kota (1993) karya Ucik Supra. Garin Nugroho juga memulai debutnya dengan film-filmnya seperti: Cinta Dalam Sepotong Roti (1990), Daun di Atas Bantal (1997), dan Puisi Tak Terkuburkan (1999). Dewan Film Nasional juga membiayai Bulan Tertusuk Ilalang (1994) karya Garin Nugroho dan Cemeng 2005 (1995) karya sutradara N. Riantiarno untuk menggairahkan kembali perfilman nasional seperti yang telah dilakukan pada era 60-an silam. Sementara dari kalangan sineas independen, muncul sineas-sineas intelek muda yang kelak berpengaruh pada dekade mendatang seperti Riri Reza, Mira Lesmana, Rizal Mantovani, dan Nan Acnas dengan memproduksi Kuldesak (1997).

5. Era 2000 – Sekarang
Pasca reformasi dianggap sebagai momentum awal kebangkitan perfilman nasional. Momen ini ditandai melalui film musikal anak-anak Petualangan Serina (1999) karya Riri Reza serta diproduseri Mira Lesmana yang sukses besar di pasaran. Selang beberapa tahun diproduksi dua film fenomenal yang sukses luar biasa yang selanjutnya memicu produksi film-film lokal. Pertama adalah film horor Jelangkung (2001) karya sutradara Jose Purnomo dan Rizal Mantovani dan kedua Ada Apa Dengan Cinta? (2001) karya Sutradara Rudi Soedjarwo yang diproduseri oleh Mira Lesmana dan Riri Reza. AADC sukses fenomenal hanya dalam tiga hari diputar di Jakarta film ini telah meraih 62.217 penonton. Dua film ini dianggap sebagai film pelopor yang nantinya banyak bermunculan puluhan film-film dengan tema dan genre yang sama. Film bertema remaja dan film horor bahkan hingga kini masih membanjir dan laris di pasaran.
Mengikuti sukses AADC film-film roman dan melodrama remaja bermunculan dan tak jarang menggunakan bintang muda, penyanyi atau grup musik yang tengah naik daun. Film-film roman remaja yang populer antara lain: Eiffel I’m in Love (2003) karya Nasri Ceppy, Heart (2005), Inikah Rasanya Cinta? (2005), Love in Perth (2010), Purple Love (2011), Love is U (2012). Sineas Nayato Fio Fuala dikenal juga memproduksi film-film melodrama yang menyayat hati antara lain Cinta Pertama (2006), The Butterfly (2007), serta My Last Love (2012). Melalui Virgin (2004) film remaja mulai berani mengambil tema-tema yang dianggap tabu sebelumnya.
Genre horor mendominasi pasar melalui film-film horor remaja yang umumnya mengambil cerita mitos atau legenda dari sebuah tempat atau lokasi angker yang menampilkan makhluk-makhluk gaib khas lokal, seperti kuntilanak, pocong, genderuwo, suster ngesot, tuyul, dan sebagainya. Pengaruh horor Jepang juga seringkali tampak dan tak jarang pula memasukkan unsur erotisme sebagai bumbu. Beberapa film horor populer diantaranya: Tusuk Jelangkung (2002), Kuntilanak (2006), Terowongan Casabanca (2007), Tali Pocong Perawan (2008), serta Suster Keramas (2009). Bahkan Suzanna, sang ratu horor pun masih sempat bermain dalam Hantu Ambulance (2008). Selain film-film horor bermunculan film-film slasher ala barat seperti Rumah Dara (2010), Air Terjun Pengantin (2009), Pintu Terlarang (2009), hingga yang terbaru Modus Anomali (2012). Genre horor juga sering dipadukan dengan genre komedi, seperti Setan Budeg (2009), Poconggg Juga Pocong (2011), dan Nenek Gayung (2012).
Selain film roman dan horor, film bergenre komedi juga juga sukses besar di pasaran. Film ini rata-rata juga ditujukan untuk penonton remaja dan beberapa diantaranya berkualitas baik. Dalam perkembangan film komedi yang berbumbu seks juga semakin banyak diproduksi. Film-film komedi yang populer dan sukses diantaranya Arisan! (2003) serta sekuelnya yang rilis tahun lalu, Get Married (2007) dengan dua sekuelnya, Get Married 2(2009), dan Get Married 3 (2011), Sekuel Nagabonar, yaitu Naga Bonar jadi 2 (2007), Quickie Express (2007), XL :Extra Large(2008) serta Otomatis Romantis(2008).  
Film anak-anak diproduksi tidak sebanyak film roman dan horor namun film bertema ini seringkali sukses besar di pasaran. Film umumnya berkisah tentang perjuangan seorang anak atau sekelompok anak-anak untuk menggapai impian dan cita-citanya. Film-film anak-anak yang populer antara lain: Denias, Senandung di Atas Awan (????) karya John De Rantau. Laskar Pelangi (2008) dan Sang Pemimpi (2009) karya Riri Reza diangkat dari novel best seller karya Andrea Hirata. Laskar Pelangi (2008) menjadi film terlaris di Indonesia dengan penonton mencapai 4.606.785. Film anak-anak tidak jarang pula dipadukan dengan genre olah raga, seperti Garuda di Dadaku (2009), King (2009), dan Tendangan Dari Langit (2011). Industri perfilman kita melakukan terobosan dengan memproduksi film animasi musikal melalui Meraih Mimpi (2009).
Film-film bergenre drama juga banyak muncul yang biasanya berkisah tentang perjuangan hidup, perncarian eksistensi diri, nilai-nilai moral, dan dan masalah sosial. Beberapa diantaranya berkualitas sangat baik dan sukses di beberapa ajang festival film intersnasional. Film-filmnya drama populer diantaranya: Cau Bau Kan (2001) dan Berbagi Suami (2006) yang keduanya karya sutradara Nia Dinata, lalu Pasir Berbisik (2000) dan The Photograph (2007) karya Nan Achnas, Eliana, Eliana (2002), 3 hari untuk Selamanya (????), dan Gie (2004) karya Riri Reza, Mengejar Matahari(2004) karya Rudi Soedjarwo, Surat Kecil Untuk Tuhan (2011), dan pemenang Citra tahun lalu Sang Penari (2011) karya Ifa Irfansyah.
Film bertema religi Kiamat Sudah Dekat (2003) karya Deddy Mizwar memang sukses komersil namun adalah Ayat-ayat Cinta (2008) karya Hanung Bramantyo yang mengangkat genre religi menjadi populer hingga sekarang. Film religi kental sekali dengan nuansa agama (muslim) dan kisahnya berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dan tak jarang pula dibumbui unsur roman. Film-film religi populer seperti: Ketika Cinta Bertasbih (2009), Ketika Cinta Bertasbih 2 (2009), Perempuan Berkalung Sorban (2009), Dalam Mihrab Cinta(2010), Tanda Tanya (2011), hingga film religi anak-anak, Negeri 5 Menara(2012). Film religi juga mengangkat kisah tokoh agama seperti: Sang Pencerah (2010) dan yang baru dirilis Soegija (2012). Sementara Cin(T)a (2009) serta 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta (2010)  mengangkat tema masalah beda agama.
Genre aksi baru mulai populer akhir dekade 90-an dan seringkali berpadu dengan tema kriminal dan perang, seperti: Serigala Terakhir (2009), Merah Putih (2009), Darah Garuda (2010), Merantau (2009), serta yang baru saja rilis The Raid (2012). The Raid bahkan sukses dirilis luas di Amerika dan sempat masuk 11 besar box office mingguan disana. Selain sukses secara komersil film ini juga sukses secara kritik karena adegan aksinya yang dikoreografi secara menawan. Film ini merupakan sejarah bagi kita karena sukses komersil di mancanegara hingga menjadi perbincangan banyak media dan pengamat film di dunia.
Sedangkan dari para pembuat film non mainstream (non komersil) muncul pula film-film alternatif. Beberapa diantaranya abstrak, kompleks, dan ceritanya sulit dipahami orang awam. Tema film yang diangkat biasanya merupakan kritik dan respon terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik di negara ini. Garin Nugroho adalah satu diantara sineas yang memilih di jalur ini, dan seringkali justru film-filmnya mendapat apresiasi di festival-festival luar negeri. Film-filmnya seperti: Opera Jawa (2006), Under the Tree(2008), Generasi Biru (2008), serta Mata Tertutup (2012). Juga film-film semi abstrak seperti Novel Tanpa Huruf R(2003) dan Identitas (2009) karya Aria Kusumadewa.
Setelah vakum selama duabelas tahun, Festival Film Indonesia akhirnya mulai diselenggarakan kembali pada tahun 2004. Peraih Citra tahun 2006, Ekskul (2006) membuat kontroversi dengan menggunakan ilustrasi musik film-film populer barat seperti Gladiator,Bourne Supremacy,Taegukgi, dan Munich. Sebagai bentuk protes, para peraih Piala Citra tahun tersebut seperti Riri Reza, Mira Lesmana, dan lainnya melakukan aksi pengembalian Piala Citra. Mereka pulalah yang membentuk festival film tandingan, yakni IMA (Indonesian Movie Award) yang diselenggarakan pertama kali pada tahun 2007.
Dari sedikit penjelasan diatas terlihat perkembangan perfilman Indonesia dari masa ke masa yang dinamis. Hingga saat ini sinema kita masih berjuang mencari bentuknya menuju industri film yang lebih mapan. Secara rata-rata, kualitas kita masih dibawah industri film negara Asia lainnya seperti Jepang, Hong Kong, Korea, bahkan Thailand. Secara teknis kita tidak kalah namun dari aspek cerita kita masih sangat lemah. Para sineas kita masih harus lebih banyak belajar dan jeli mencari celah untuk bisa bersaing dengan film-film dari negara lain. Sukses The Raid bisa menjadi secercah harapan, bukan hal yang mustahil film kita bisa menembus pasar internasional.

Sejarah dan Pengertian sinematografy


SEJARAH DAN PENGERTIAN SINEMATOGRAFY
Sejarah Sinematografi
Sejarah sinematografi sangat panjang, namun di sini tidak akan dibahas tentang “perjalanan” sinematografi dari awal. Kemajuan teknologi akan terus berkembang, demikian juga dengan teknologi sinematografi, sehingga kini dikenal dengan sinematografi digital. Kemajuan ini tentu saja akan lebih memudahkan para sineas dalam berkarya. Sebelum lebih lanjut membahas sinematografi, baiknya kita fahami dulu makna dari sinematografi itu sendiri. Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris cinematograhy yang berasal dari bahasa latin kinema "gambar". Sinematografi sebagai ilmu serapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung gabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide.
Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannya pun mirip. Perbedaannya fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar.Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik rangkaian gambar atau dalam senematografi disebut montase atau montage.
Sinematografi adalah salah satu upaya manusia untuk menggambarkan kepada orang lain, melalui penggunaan teknik yang menggabungkan gambar gerak dan teks, dunia dan pesan tersebut mengalihkan karena ini dipahami oleh seniman. Dengan sinematografi panjang, satu hari ini menjelaskan disiplin membuat pilihan pencahayaan dan kamera saat merekam gambar foto untuk digunakan bioskop. Berdasarkan dua kata Yunani, sinematografi etimologis berarti "menulis dalam gerakan" dan diperkenalkan sebagai teknik baru untuk merekam gambar orang dan benda-benda saat mereka bergerak dan proyek mereka pada jenis layar. Dikombinasikan dengan patung, lukisan, tari, arsitektur, musik, dan sastra, sinematografi saat ini dianggap menjadi seni ketujuh.
Hal ini sangat sulit bagi seorang peneliti untuk menemukan dan menentukan individu yang bisa diberi nama "bapak" sinematografi, menerima bahwa kata melambangkan suatu teknik yang digunakan untuk pembuatan gambar gerak '. Tapi, jelas bahwa manusia telah bereksperimen, sangat awal dalam sejarah manusia, dengan metode yang berbeda yang akan memungkinkan dia untuk merekam gerakan gambar. Sangat erat kaitannya dengan masih fotografi, yang telah menjadi katalis untuk perkembangan sinematografi sejak pertengahan abad 19, teknik yang akan memungkinkan gambar yang akan direkam sementara di gerak telah dipelajari secara ekstensif. Salah satu upaya pertama untuk menganalisis unsur gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge fotografer Inggris pada tahun 1878. Setelah berhasil mengembangkan metode baru menghasilkan gambar foto berturut-turut, ia mencatat gerakan kuda berjalan. Melalui film yang diproduksi, ia berhasil membuktikan bahwa ada contoh ketika kuda sedang berjalan yang tidak ada kakinya menyentuh tanah. Sekitar sama periode, fisikawan Perancis Etienne Mare berhasil menangkap, juga dengan menggunakan mesin foto yang bisa merekam 12 gambar per detik, gerakan burung terbang.
Berdasarkan perkembangan awal 1880-an dalam mengungkap gambar pada elemen peka cahaya, dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan Lumiere bersaudara antara lain, bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru estetika yang menangkap perhatian orang yang ingin mengeksplorasi aplikasi dan menciptakan karya seni. Salah satu yang pertama cinematographers yang memutuskan untuk memeriksa dimensi gambar bergerak adalah Maries-George-Perancis Jean Mlis yang menjadi salah satu direktur bioskop pertama. Dengan, Trip filmnya ke Bulan (Le pelayaran dans la lune) pada tahun 1901, ia menciptakan sebuah cerita fantastis perjalanan ke bulan menggunakan gambar gerak. Dia juga salah satu yang memperkenalkan teknik pewarnaan dalam film oleh setiap lukisan salah satu frame dengan tangan.
      Selama tahap gambar gerak, sinematografer itu peran ganda, bertindak sebagai direktur dan orang yang memegang dan memindahkan kamera. Seperti tahun-tahun disisipkan, bentuk seni baru dikembangkan lebih lanjut oleh alat-alat teknologi baru yang diperkenalkan. Baru-art terkait profesi muncul dan karena kemampuannya bioskop untuk menangkap perhatian besar penonton di seluruh dunia, dengan menarik lebih dari satu panca indera, sinematografi muncul untuk apa yang dikenal hari ini sebagai industri multi-miliar dolar dan salah satu bentuk seni favorit di dunia.

Pengertian Sinematografi

Sinematografi dari bukunya Blain Brown tentang sinematografi, yang berhubungan dengan teori bahasa visual beliau menuliskan Dalam pembuatan film atau video, bahkan animasi sekalipun, gambar tidak hanya sekedar gambar, tetapi gambar adalah sebuah informasi. Jadi salah satu tugas sinematografer adalah menjadikan gambar menjadi bahasa visual kepada audiens menjadi sebuah pesan yang berarti. Hasil akhir dari tayangan video atau animasi secara materi adalah berbentuk dua dimensi, tetapi sinematografer harus dapat memberikan panduan mata pemirsa untuk melihat realitas. Untuk itu diperlukan pemahaman konsep terhadap dasar pandangan 2D, 3D dan bahasa visual. Untuk itu perlu dipahami tentang prinsip-prinsip desain. Dan juga elemen-elemen desain. Elemen desain merupakan unit dasar pembentuk gambar visual. Dari beberapa buku dan sumber di internet ada beberapa perbedaan yang menempatkan elemen desain dan prinsip desain. Apapun itu kembali ke hakekat utama dari bahasa visual yang penting mengandung unsur-unsur tersebut, menjadi dasar bagi seorang sinematografer dalam meramu visual film menjadi menarik. Beberapa elemen desain itu antara lain:

  • Space (ruang)
  • Line (Garis)
  • Balance (keseimbangan)
  • Color (warna)
  • Shape (Bentuk)
  • Tekture (tekstur)
  • Form (Bidang)
  • Value (Nilai/Tone)
Sedangkan beberapa prinsip desain yaitu:

  • Unity (kesatuan)
  • Balance (keseimbangan)
  • Visual Tension (Penekanan Visual)
  • Rythym (Perulangan)
  • Proportion (proporsi)
  • Contrast (kontras)
  • Texture (tekstur)
  • Directionality (arah)
Selain elemen dan prinsip-prinsip desain tersebut, menurut Blain Brown, yang termasuk dalam bahasa visual yaitu area 3 dimensi. Yang dimaksud dengan are 3 dimensi disini ide dasarnya adalah memproyeksikan bentuk tiga dimensi ke dalam area dua dimensi. Salah satu tugas dari sinematografer adalah mewujudkan 3D di dunia nyata terlihat nyata di gambar dua dimensi.